Rabu, 01 Agustus 2012

Jangan Ukur Keberhasilan Dari Tepuk Tangan Penonton.

Jangan Ukur Keberhasilan Dari Tepuk Tangan Penonton.

Bila kita melakukan sesuatu yang baik dan orang memuji, lalu ada rasa senang, maka itu tak apa. Rasa senang muncul bukan karena kehendak kita. Rasa senang itu bagai belaian alam yang mengusap keringat kita; mengubah butir-butirnya menjadi gula-gula pemanis. Namun bila kemudian kita menikmatinya dan bekerja demi memperoleh kesenangan dari pujian itu, maka itu mara. Itu petaka, saat itu kita telah kehilangan kebebasan dalam berkebaikan. Kita seolah bekerja keras agar orang lain puas, padahal gelisah menanti ceceran remah-remah sanjungan. Jangan demikian, jangan timbang keberhasilan kita dari seberapa tinggi salut orang lain pada kita. Seluruh bakat kita adalah anugrah Allah Subhanahu wata'ala, maka kembalikan ia pada NYa. Lepaskan itu sebagaimana kita melepaskan rajawali. Seperti kata pujangga bahwa rajawali milik langit, biarkan dia ditelan langit. Menahan agar emosi tak terbakar oleh sepatah makian mungkin terasa sulit. Namun, jauh lebih sulit menahan kerusakan diri akibat sebuah sanjungan yang kita telan mentah-mentah. Bagaikan memar yang terbungkus es, sakit pun tak terasa, namun kerusakan jaringan tetap ada disana. Bila kita tak segera mengobatinya, tubuh yang sehat lambat laun membusuk. Daya hancur sanjungan tak jauh beda dari itu. Bila makian dapat menghilangkan kesadaran seketika, sanjungan membius secara perlahan dan lembut. Di balik nikmat sejuk sebuah pujian, tersembunyi memar yang memakan kelak, memakan habis kesadaran kita. Berhati-hatilah dengan setiap pujian, sanjungan dan kehormatan yang kita terima. Karena itu suatu cobaan bagi kita. Kontributor: Ervi Yusria Iim.Imadudin@snsgroup.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar