Rabu, 01 Agustus 2012

Lady Gaga dan Ambiguitas Polri

Lady Gaga dan Ambiguitas Polri

24/05/2012 12:58
Muradi

Sikap ambigu dan tidak tegas kembali diperlihatkan Polri terkait dengan rencana Konser Diva Musik Pop asal Amerika, Lady Gaga pada 3 Juni 2012 mendatang. Sikap tersebut diyakini oleh publik sebagai bagian dari tekanan sejumlah Ormas keagamaan, diantaranya Front Pembela Islam (FPI).

Bukan kali ini saja Polri bersikap ambigu terkait dengan adanya tekanan sejmlah Ormas pada penyelenggaraan kegiatan yang dianggap tidak mencerminkan keyakinan tertentu.

Belum selesai kasus pembubaran dan pelarangan penyelanggaraan Diskusi Buku Irsyad Manji di Jakarta dan Yogyakarta, Polri kembali dalam posisi sikap yang mencederai kebebasan publik, dengan melarang dan cenderung membiarkan pembubaran oleh sejumlah Ormas keagamaan saat diskusi berlangsung.

Namun sikap tidak tegas dan menunggu Polri berkaitan dengan Konser Lady Gaga dengan belum memberi ijin penyelenggaraan makin menguatkan asumsi publik bahwa Polri cari aman bila berurusan dengan sejumlah Ormas keagamaan tersebut. Bahkan ada kesan di masyarakat jika Polri didikte oleh Ormas-ormas itu. Padahal sebagai institusi Keamanan Dalam Negeri (Kamdagri), Polri harusnya memastikan bahwa setiap kegiatan terselenggara dengan lancar dan aman, tanpa selalu harus merujuk pada penolakan sejumlah Ormas tersebut.

Hal ini secara eksplisit ditegaskan pada Pasal 15 Ayat 2, point a UU No. 2/2002, di mana Polri memberikan ijin dan mengawasi keramaian, dengan berkonsekuensi pada minimalisir potensi kekerasan, dan memberikan rasa aman. Dalam pengertian bahwa Polri memiliki pembacaan situasi sendiri dengan tetap menghormati perbedaan-perbedaan yang ada di masyarakat.

Belum Terlambat

Selain itu publik makin dibuat bingung dengan perbedaan sikap antara Polda Metro Jaya dengan Mabes Polri terkait dengan hal penyelenggaraan Konser Lady Gaga. Akan tetapi situasi tersebut harus dilihat sebagai bagian dari diskresi kepolisian, di mana masing-masing Kepala Satuan Wilayah (Kasatwil) memiliki kewenangan yang berkaitan dengan kondusifitas keamanan di daerahnya. Artinya perijinan penyelenggaraan Konser Lady Gaga berada di Polda Metro Jaya, kecuali pada kondisi tertentu, Mabes Polri dapat mengambil alih pemberian perijinan dan pengamanannya.

Terlepas dari itu, Polri belum terlambat untuk mengambil sikap tegas terkait dengan perijinan dan pengamanan Konser Lady Gaga. Ketegasan bahwa pemberian ijin Konser Lady Gaga menjadi jembatan bagi Polri untuk membuktikan pada publik bahwa Polri tidak didikte atau disetir oleh sekelompok Ormas keagamaan dan memperbaiki citranya di mata masyarakat.

Disamping itu, langkah tegas Polri untuk menjamin pelaksanaan Konser Lady Gaga juga akan memberikan stimulasi ke masyarakat bahwa hak untuk berkreasi dan menikmati tontonan dijamin oleh Polri sebagai bagian dari hak-hak dasar warga Negara. Sebab, tidak ada satupun unsur masyarakat yang memaksakan kehendak hanya karena berbeda dan tidak setuju dengan kreativitas seseorang lantas melarangnya dengan dalih tidak sesuai dengan keyakinan dan kultur setempat.

Pemberian ijin Konser Lady Gaga oleh Polri juga akan menstimulasi internal Polri ke depan untuk secara aktif memberikan perijinan keramaian dengan analisis internal yang mendalam berkaitan dengan potensi ancaman keamanan yang akan terjadi.
Sehingga Polri sebagai institusi dapat secara mandiri dalam memutuskan boleh tidaknya suatu kegiatan dilaksanakan, dengan tetap memperhatikan hak-hak dasar warga Negara untuk berekspresi dan berkreasi. Selain itu, diskresi kepolisian yang membuka peluang terjadinya negoisasi belakang layar untuk keuntungan oknum pimpinan dan anggota Polri dapat secara proporsional dihilangkan.

Berkaca dari kepolisian Filipina yang sukses dalam mengamankan Konser Lady Gaga di tengah kecaman penolakan organisasi keagamaan garis keras. Maka sepatutnya Polri juga dapat menjalankan peran dan fungsinya sebagai institusi yang memastikan aktivitas publik dapat berjalan dengan baik dan aman. Dan ancaman pembubaran dan tindak kekerasan Konser Lady Gaga dari Ormas keagamaan harus dilihat oleh Polri sebagai tantangan untuk menjamin publik yang ingin melihat konser tersebut secara aman. Dengan begitu Polri dapat keluar dari bayang-bayang tekanan sekelompok masyarakat dalam menjalankan peran dan fungsinya agar tetap professional dan mandiri sebagai institusi yang menjamin hak-hak warga Negara secara konsisten.

Penulis Dosen Ilmu Pemerintahan, FISIP Universitas Padjadjaran, Bandung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar